Tuesday, December 29, 2015

PULANG

Genggam tanganku, jangan kau lepas.
Karena ini mungkin terakhir kalinya kita bersama bernafas
Pada cinta dan harapan yang hampir kandas.
                             
Kapan kau pulang?
Aku masih ingin kita bersulangdari siang gersang, sampai malam menjelang.

Jangan salah arah.
Karena di rumah, ibumu menunggu sembari marah-marah.
Malam datang, aku resah.
Sebentar lagi kau pulang meninggalkan kisah.

Jangan lupa kembali lagi.
Karena bisa jadi aku masih menanti
bersama sebotol anggur putih
Sampai jumpa, sampai  nanti.


    Buat yang kemarin pulang naik KRL,


Akhir Desember 2015.

MERINDU

Banyak yang tak membicarakan rindu.
Lebih banyak yang merasakannya,
Tapi lebih banyak lagi yang mendiamkannya.
Karena diungkapkan pun sia-sia.

Biar tulang rusukku ditusuk angin subuh.
Karena rinduku lebih mengaduh.
Haruskah sakitku sampai kambuh?
Agar terbuka hatimu yang selama ini acuh.

Senja datang, aku pulang dengan bis.
Diiringi air mata karena teleponku tak kau gubris.
Rasaku jangan sampai habis.
Kau selalu menghindar dengan alasan tak logis.

Rinduku meradang.
Tapi berita bilang, kau takkan datang.
Aku ingin jadi yang terbaik dan aku berjuang
Tapi kau tak menganggap dan terus menghilang.

Maaf jika terus-terusan menyalahkan.
Karena Rinduku yang tak kau balaskan.
Tapi aku juga tak mau ditinggalkan.
Bergantung sendirian pada harapan-harapan.
Kampret. Lagi-lagi buat si Angin.



Desember2015

FENOMENA

Jika kau angin, maka aku adalah awan.
Yang takkan pernah menjadi hujan jika kau tak ada.

Jika kau angin, maka aku adalah ombak lautan.
Yang kukira kau antar sampai pelabuhan,
tapi malah kau hempaskan mengikis batuan karang.

Jika kau angin, maka aku adalah nyiur di tepi pantai.
Yang hanya kau tiup sebentar lalu kau tinggal pergi,
Meninggalkan gerakan menggantung yang belum sempat melambai.

                                Jika kau matahari, maka aku hanya langit malam yang tak kau anggap
                                Yang kau tinggalkan tanpa permisi saat gelap menyergap.
                                Bahkan kau tak pernah bertanya padaku, apakah aku
                                punya temeram bulan atau bintang-bintang yang menemaniku saat sepi gelap.

                                Kau, memang bagai matahari.
                                Yang terlalu bercahaya untuk ku hindarkan.

                                Dan Aku, aku ini hanya langit malam.
                                Yang terlalu gelap dan retak untuk pura-pura tak kedinginan.

                                Lalu Kita,..
                                Kita terlalu angan untuk dipersatukan.

Alam berbicara fenomena, dan aku hanya “tertawa” tentang kisah kita.
CGK-JOG,


Akhir Juli 2015

PENGAKUAN

Hi readers!
Oke, sesungguhnya gue mau mengaku siiih,
ga semua puisi gue itu pure karya gue sendiri.
beberapa kata dan kalimatnya masih ada yang mengutip karya penulis2  pusi dan quotes yang jauh lebih jago dari gue, atau dari kata2 yang terlontar tak sengaja dari temen2  gue yang TSAHHHH kata-katanya nembus sampe rusuk! HAHAHA-_-

Yaa jadi jika kalian menemukan kata2 yang sama gitu, maafkan yhaaaa._.
Namanya juga belajar kann, heheh

bukan bermaksud menjiplak/nyontek kok, justru gue sangat terinspirasii dari merekaaaa.
jadi yaa misalnyaa,gue ngeliat ada satu kalimat quote, eh pas bgt sama perasaan gue..nah dari satu quote itu gue jadiin peletak dasar bikin sehalaman puisiii. awkwkw
yah begitulaahh, maaf pokoknya. bukan bermaksud nyontek kok serius dehh hehehe
Akhir kataa, terimakasih buat setiap penulis yang telah menginspirasii dakuu:3

GUSAR

Kamu.
Abu-abu.
Aku.                  
Sekilas warna ragu-ragu.

Matamu teduh.
Tapi rasamu entah apa.
Rinduku gaduh.
Tapi hatimu bisu tak menyapa.

Warnaku hampir pudar.
Senja mengejar-ngejar.
Hayatku semakin gusar.
Tapi Kau masih muncul-hilang di balik radar.

Jangan menatapku terlalu dalam.
Jika besok kau masih menghilang saat malam.
Tapi aku hanya mencinta, bukan mendendam.
Jadi tolong jangan kau lepas tanganku yang masih berusaha menggenggam.

Buat Kang Poster,

Awal Desember 2015

KEMELUT

Aku disini berlutut.
Sepi.

Dan kau disana berkemelut.
Ramai.


Resah ini terlalu rusuh
dan singgah ini paling sungguh.
Apa itu? Cinta?
Hampir benar. Tapi kali ini hanya rindu.


Kapan lagi kita bisa bersua?
Karena aku ingin bersamamu memeluk senja.

Kapan lagi kita bisa bertemu?
Karena aku ingin bersamamu mematahkan waktu.
Buat Bebek di kandang,

                                                                                            

 Sebelum kecelakaan, Awal Desember 2015

Friday, October 9, 2015

Radang Rindu

Aku jatuh terluka waktu itu.
Lalu kau datang dengan setangkai mawar
Membangkitkanku & membuatku tersenyum segar
Kita selalu berbincang saat malam biru menjelang

Itulah alasanku terjaga malam ini,
Menunggu kau yang telah membisu

Pagi datang, mataku terbuka lebar
Semburat mentari muncul di pipi.
Masih teringat kejadian semalam,
Tapi pagi itu mawarmu hampir layu.

Senja datang,
Warna jingganya hangatkan luka
Ingin ku berbisik padamu ucapkan terimakasih,
Tapi angin malah berhembus kencang
Menyesakkan nafas, tinggalkan panas.
Sungguh! Mawarmu telah layu
Ingin ku letakkan di vas, tapi durinya terlalu tajam.

Aku terluka karena mawarmu.

Kau pergi.
Bagai angin singgah lalu berlari
Bagai mawar berduri berumur sehari.

Kini malam kembali menerjang.
Tapi mawarmu berubah lebih pekat daripada malam
Bagai duka dan sendu mendalam.

Rinduku meradang
Tapi berita mengatakan kau takkan datang.

Ombak menghempas karang,
Dan aku hanya bertanya pada bintang;
Siapa sebenarnya dirimu? Yang singgah sebentar lalu hilang bersama angin senja yang datang?

Thursday, July 30, 2015

Mengejar Angin sampai Italia Ujung

ini lagu sedih atau apa
mulutku terbungkam
jangankan untuk bersenandung

ini lagu sedih atau apa
langit tampak mencekam
kau pergi berkelana sampai Italia ujung

ah!
rasanya tak mampu kau menoleh
bahkan untuk mengingatku sejenak

oh!
lalu apa yang kini ku peroleh
duka hati dan pizza yang tak lagi enak

Firenze, Toscana, Menara Pisa telah kau tapaki
dan aku mengejarmu sambil menahan pedih peri

jika dari awal niatmu hanya ingin pergi, tolong jangan ke mari
jika setelahnya niatmu untuk kembali, tolong jangan pergi
atau setidaknya jika ingin pergi, tolong bantu aku berdiri
agar aku tidak jatuh dan tertatih sendiri.

untuk Sang Angin,



Akhir Juli 2015

Friday, July 17, 2015

Arti namanya Angin...

Arti namamu angin......
dan mencintaimu memang benar adanya seperti mencintai angin.

Kau datang menyejukkan hati sebentar lalu pergi.
Ingin ku memelukmu tapi tak sampai.
Ingin ku genggam tanganmu, tapi semu.
Aku tak menggenggam siapapun.

Kau ada, namun seolah tiada.
Kau bahkan tak berhembus pada malam-malamku lagi.
Aku lelah.
Aku lelah berusaha untuk terus memelukmu atau menggenggammu.

Hahaha.
Kupikir seseorang mengetuk di pintu itu, ternyata hanya angin yang menggelitik.
Yang ternyata membuat lara.

Saat ini kaupun mendingin, berubah menjadi angin yang tak kukenali lagi.
Dingin, pekat, menusuk tulang.
Seolah-olah kau marah dan menampakkan sisi gelapmu.

Dan sekarang kaupun menjauh, nyaris pergi.
Pergilah bersama angin lain.
Tinggalkan aku.
Biarkan aku tak menghirup aromamu.
Biarkan aku sendiri di sini.
Menunggu matahari, bintang, atau apapun yang takkan pernah pergi lagi.
Atau menunggu seseorang yang berani dan berhak mendobrak paksa pintu itu.

Pergilah, karena aku akan baik-baik saja.

Sunday, July 12, 2015

Mimpi yang Ketiga

Pelik.
Satu keadaan yang membangunkanku pagi ini.
Entah senyum sumringah yang seharusnya kutunjukkan atau ketakutan yang kembali menyelimuti.

Seseorang diluar sana dengan beraninya mengetuk pintu itu.
Pintu yang sudah kututup rapat-rapat dan berjanji untuk takkan membukanya lagi--sampai seseorang berani dan berhak mendobraknya.
Entah berapa kali pintu itu diketuk, tapi aku berusaha untuk tidak bergeming.
Aku hanya menatapnya melalui jendela dari dalam.

Dia.
Mengapa harus dia yang dengan beraninya mengetuk pintu itu?
Aku.
Aku hanya takut.
Takut jika aku membukakan pintu untuknya maka aku akan merasakan sakit lagi.
Takut jika aku membiarkan kehadirannya dalam hidupku akan membuatku tersiksa lagi.
Walaupun secara historis dia tak pernah menyakitiku sebelumnya.

Tapi sekali lagi, kenapa harus dia?
Dia yang datang disaat aku rapuh dan rentan.
Dia yang terlalu sempurna dan mungkin dipuja banyak wanita.
Dia yang manis, dengan setiap lelucon yang dilontarkannya.
Dia yang..............ah! Kenapa aku juga turut memujanya?

Aku belum benar-benar membukakan pintu untuknya, tapi dia memaksa untuk masuk.
Tolong.
Aku hanya tak ingin patah lagi, karena serpihan ini sudah kusatukan kembali, sendiri. 
Ya--dengan beberapa bagian yang lenyap terbawa kabut kelabu.

Jika boleh kuminta 2 hal padamu, hey kau yang dengan beraninya mengetuk pintu itu,
Tolong yakinkan aku dan dobrak pintu itu.
Maka di depan pintu itu aku akan menyambutmu dengan pelukan terhangat.

Friday, July 10, 2015

A Girl in The Shoreline

Berkali-kali kuhembuskan nafas di tepi laut lepas itu.
Menatap dalam deburan ombak.
Mereka datang dan pergi.
Saat yang satu hampir pergi, yang lain datang menghampiri.
Lalu ku tanya pada Tuhan, adakah mereka yang tak pernah pergi dan akan tetap tinggal?

Senja datang, matahari mulai meredup meninggalkan cakrawala.
Tapi ia tak pernah bertanya pada langit. Apakah langit akan kesepian? 
Apakah langit akan punya bintang-bintang dan temeram bulan untuk menemani di setiap malam sepi?
Lalu aku bertanya pada Tuhan, apakah langit akan tetap menyelimutiku walau ia sedang kesepian?

Lalu aku menatapmu melangkah menjauh pantai ini, dan berhembuslah angin seolah membawamu terbang.
Pergi bagai ombak yang tak pernah tinggal.
Pergi bagai matahari yang membisu meninggalkan langit sendirian.

Jangan kasihani aku.
Biarkan aku juga meninggalkan laut ini, terhempas arus menuju kembali ke asalku.

Meninggalkan luka yang mulai mengering.
Melepas kenangan yang tak kan ku hiraukan lagi.
Karena setiap jejak yang kutinggalkan akan terhapus ombak, jadi begitu pula dengan perasaanku yang pernah kau rasakan. 
Biarkan itu juga terhapus ombak.

Tempatku berpulang nyatanya bukan pantai.

Friday, June 19, 2015

UNINTENDED

Sebuah ketidaksengajaan yang indah.
Gadis itu menulis surat dan berharap surat itu akan sampai kepada si penerima.
839.000 meter jauhnya.
Gadis itu berjuang untuk sebuah pertemuan suatu saat nanti.

                   Teman.
                   Yang jauh disana itu, hanya teman.
                   Hanya teman, tak lebih dari itu.
                   Tapi gadis ini selalu merindukan hadirnya.

Teman.
Sebuah kata indah yang mempertemukan mereka dalam ketidaksengajaan.
Teman.
Sebuah kata yang menyakitkan pula.
Sebuah batas yang menghalangi bersatunya hati gadis itu dengan yang jauh disana.

                    Teman.
Hanya itukah?
Adalah suatu omong kosong belaka bila seorang anak laki-laki dan perempuan yang berteman tidak memiliki rasa.
Rasa.
Sebuah rasa yang terus menerus mereka sangkal.

Bolehkah gadis ini bermimpi akan hadirnya?
Pantaskah gadis ini berharap akan belaian lembut anak laki-laki itu pada rambutnya?
Haruskah gadis ini terus berharap untuk memilikinya?
Tak adakah cara lain untuk membuat mereka bertemu walaupun hanya sejenak?

                   Gadis ini terus menyangkal dan menyakiti dirinya sendiri.
                   Masih berkutat dengan pena dan kertas sambil tersenyum.
                   Senyum yang entah kapan pasti akan memudar.
                   Karena terus berharap pada sosok maya.

Demi menyelamatkan gadis itu dari kesakitan,
Anak laki-laki itu tak bisa memberi banyak.
Anak laki-laki itu tak bisa memenuhi mimpi-mimpi gadis itu.
Tak sanggup pula ia menyusuri jajaran langit biru itu, hanya demi sebuah pertemuan.

Satu hal yang mereka masing-masing tahu,
Sebuah rasa telah muncul di benak mereka,
Namun mereka lebih memilih menyangkal dan memendam;

Menyakiti diri sendiri.

Thursday, June 18, 2015

Live in Strange

Aku terbangun dan membuka jendela.
Sinar mentari masuk memenuhi ruanganku,
Tapi ini matahari lain.
Terbit di barat dan hilang di timur.

                        Aku memberanikan diri untuk keluar rumah
                        Berharap menghirup udara yang sama
                        Tapi ini udara lain.
                        Berhembus tak tentu arah, dan membuat dada sesak.

Aku menginjakkan kaki di padang rumput.
Berharap bisa merasakan embun pagi
Tapi ini rumput lain di atas tanah yang lain.
Tajam menusuk kaki, kering menyayat kulit.

                        Aku berlari mengikuti aliran sungai.
                        Berharap sampai ke hilir menemukan kehidupan.
                        Tapi ini sungai lain.
                        Bergerak dari hilir ke hulu.

Ini dunia lain.
Ini kehidupan lain.
Asing. Sungguh.
Semua manusia bersikap lain
Tak ada lagi sebuah ketulusan diantara mereka.
Hanya adu mulut dan sakit hati yang mencuat ke luar.

                        Laut menjadi tawar.
                        Bintang tak lagi menampakkan wajahnya.
                        Debur ombak tak lagi berseteru.
                        Burung-burung membisu.

Kosong.
Aku hidup disini.
Dengan harapan kosong
Dengan tujuan tak tentu arah.
Dengan senyuman pahit.

                        Tak ada lagi cinta, canda, cita-cita
                        Anak kecilpun tak menunjukkan gigi geliginya lagi.
                        Sendiri, sepi, hampa, sakit, pahit, kosong.
                        Ku harap ini hanya mimpi.     


YANG TERDALAM

Gadis itu sekarang hanya menatap nanar jendela dengan pemandangan diluarnya.
Sebulir air bening jatuh dari matanya.
Dengan segera ia mengusap dengan tangannya dan kembali tersenyum.
Senyum yang terlalu dipaksakan.

Dia sadar, dia telah jatuh terlalu dalam.
Jatuh.
Jatuh pada orang yang salah.
Orang yang sangat sangat menyakitinya, lalu dengan tega meninggalkannya bagai bangkai manusia di pinggir jalan.
Sangat.
Sungguh. Rasanya sungguh sakit.
Bagai ribuan pisau belati yang menghujam jantung dan tubuhnya.

Ia sungguh tersiksa.
Ini antara cinta yang terlalu dalam atau sakit yang terlalu dalam.
Jika dunia bisa menghitung kedalaman samudera,
Gadis ini terlalu bodoh untuk mengukur kedalaman cintanya. Bukan! lebih tepatnya kedalaman sakitnya.
Jika dunia bisa menentukan lubuk dan palung laut,
sayangnya gadis ini terlalu bodoh untuk menentukan sedalam mana kasihnya.
Jika ada sesuatu yang lain yang lebih dalam dibandingkan dengan sebuah palung, mungkin gadis itu akan memilih itu untuk menentukan sedalam apa kasih dan sakitnya.

                   Jadi biarlah sudah.
                   Gadis ini hanya ingin berlari.
                   Berlari untuk membawa lukanya pergi.
                   Berlari untuk menepi dari kesunyian hati.
                   Berlari menanggung pedih peri sendiri.

Atau mungkin gadis ini akan menyelam ke dalam samudra terdalam.
Mencari yang lebih dalam daripada sebuah palung.

Agar disana ia bisa mengubur semua lukanya dan pergi untuk selamanya.

Wednesday, June 17, 2015

Mimpi Yang Kedua

Jadi malam itu aku terbangun.
Dengan hati yang ngilu dan tubuh yang demam.
Masih setengah percaya apa yang telah terjadi beberapa jam yang lalu.

Dimana air mata mengalir disaat teman-teman yang lain tertawa bertukar canda.

Haha mungkin dari awal keputusanku yang salah.
Memutuskan untuk memilih orang yang salah,
dan memutuskan untuk mulai menyayanginya.

BULLSHIT!
Apa yang dulu dia katakan seharusnya tak membuatku terbuai dengan angan-angan palsu.

Andai waktu bisa diulang, dan aku bisa meminta pada Tuhan, maka aku meminta dengan sangat untuk tidak pernah dipertemukan dengan orang itu.

Dan sekarang aku terbangun lagi.
Dan membuat keputusan lagi,
untuk menutup pintu rapat-rapat, sampai ada orang benar yang berani mendobraknya.
Agar aku tak jatuh dan merasakan sakit lagi.

Kisah tinggalah hanya sebuah kisah. 
Biar kisah nanti kujadikan pelajaran dan anugerah.

"WE MET FOR A REASON, EITHER
YOU WERE BLESSING OR A LESSON"


Sunday, June 14, 2015

Mimpi Yang Pertama

Malam itu yang kulihat hanya kelabu.
Kabut lembab memenuhi taman itu.
Entah apa yang membawaku kemari
Aku mulai menyusuri jalan setapak

Langkah demi langkah mulai kulalui
Hingga lamat-lamat ku melihat ada bangku taman di ujung sana.
Mulai lagi ku terjang kabut yang menyelimuti.
Hawa semakin dingin,
Nampaknya hanya aku sendiri di taman ini.

Dingin, pekat, mencekam.
Tiga kata yang mampu mendeskripsikan taman ini, juga mendeskripsikan seseorang.
Seseorang yang ternyata duduk di taman itu. 
Sungguh, dia bukan hantu atau roh halus lainnya.
Tapi aku juga tidak yakin bahwa dia manusia.

Kakinya menapak ke tanah, namun rambutnya kusut masai.
Penampilannya semrawut dan pandangannya kosong.
Air mata setengah kering terlihat jelas di pipinya.
Entah apa yang dilakukan orang itu malam-malam begini.

Semakin ku dekati, ternyata dia seorang gadis.
Ku coba menepuk pundaknya, namun aku merasa bahwa tanganku tak bisa menyentuhnya, apalagi menggapainya.

Jadi aku hanya memandangnya dari jarak yang tak terlalu jauh ini.

Entah berapa lama aku berdiri disini memandangi gadis itu.
Hingga ku dengar ia berbicara dengan lirih dan mulai meneteskan air mata lagi.
Tahu tidak apa yang dia bicarakan?

"Tolong tetap disini, jangan pergi. Tak ingatkah kau pertama kali kita bertemu saat kau menjemputku di depan taman ini?"

Ku lihat air matanya kembali mengalir dengan deras.
Aku bertanya-tanya siapa yang dia maksudkan, hingga dia berkata lagi,

"Di manakah kau saat ini? Sadarkah setiap hari aku menunggumu disini, berharap kau menjemputku dan membawaku pulang ke rumah hangat itu?"

Tak kuasa ku melihat air mukanya.
Ingin rasanya bertanya dimana gadis itu tinggal, dan mengantarnya pulang.
Saat ku coba melangkah, langkahku terhenti karena gadis itu berkata lagi,

"Namun ya, aku lupa. Dimana aku harus pulang, jika kaulah satu-satunya rumah bagiku? Aku ingin pulang. Hanya ingin pulang padamu dan bersamamu."

Mendengar kata-kata gadis itu, aku melangkah mundur, ku coba membalikkan badan dan mulai berlari, sungguh, aku tak kuasa menahan air mata.
Aku terantuk batu.
Aku mulai kesakitan
Aku semakin menangis
dan aku mencoba untuk bangun

Bangun.

Bangun dari tidurku
Mulai menyadari semuanya,
dan dengan air mata yang juga terasa hangat mengalir di pipi.

Gadis itu AKU. AKU.

Permulaan

Semuanya dimulai dari sini.........
Well, gue pelajar SMA, sekarang naik kelas 2, lagi liburan, dan gue bingung mau ngapain liburan kali ini.
Jadi mungkin gue bakal sering-sering ngepost something di blog ini.
Ya, kadang yang bisa gue ekspresiin sih puisi-puisi or cerita-cerita aja.
Puisi nya ga bakal sekeren dan sedalem Chairil Anwar dkk sih, puisi gue itu bebas, padat dan ga jelas.. hahah
tapii yaaaaa intinya itu curahan hati gue, apa yang gue rasain.

Ok, mungkin readers menganggap gue remaja ababil yang sok-sokan dewasa, hahaha emang iya sih.
Semuanya kan butuh proses heheheh
jadiii yaa, ini permulaan, gue bakal berusaha buat cerita semuanya. apa yang gue alamin dan rasain. 

Selamat menikmati:)

dipikir makanan hahhah