Pelik.
Satu keadaan yang membangunkanku pagi ini.
Entah senyum sumringah yang seharusnya kutunjukkan
atau ketakutan yang kembali menyelimuti.
Seseorang diluar sana dengan beraninya mengetuk
pintu itu.
Pintu yang sudah kututup rapat-rapat dan berjanji
untuk takkan membukanya lagi--sampai
seseorang berani dan berhak mendobraknya.
Entah berapa kali pintu itu diketuk, tapi aku
berusaha untuk tidak bergeming.
Aku hanya menatapnya melalui jendela dari dalam.
Dia.
Mengapa harus dia yang dengan beraninya mengetuk
pintu itu?
Aku.
Aku hanya takut.
Takut jika aku membukakan pintu untuknya maka aku
akan merasakan sakit lagi.
Takut jika aku membiarkan kehadirannya dalam
hidupku akan membuatku tersiksa lagi.
Walaupun secara historis dia tak pernah
menyakitiku sebelumnya.
Tapi sekali lagi, kenapa harus dia?
Dia yang datang disaat aku rapuh dan rentan.
Dia yang terlalu sempurna dan mungkin dipuja
banyak wanita.
Dia yang manis, dengan setiap lelucon yang
dilontarkannya.
Dia yang..............ah! Kenapa aku juga turut
memujanya?
Aku belum benar-benar membukakan pintu untuknya,
tapi dia memaksa untuk masuk.
Tolong.
Aku hanya tak ingin patah lagi, karena serpihan
ini sudah kusatukan kembali, sendiri.
Ya--dengan
beberapa bagian yang lenyap terbawa kabut kelabu.
Jika boleh kuminta 2 hal padamu, hey kau yang dengan beraninya mengetuk pintu itu,
Tolong yakinkan aku dan dobrak pintu itu.
Maka di depan pintu itu aku akan menyambutmu
dengan pelukan terhangat.